Penerbit Azka Gemilang

Azka Gemilang

Halimah

Futur berasal dari akar kata Fatara – Yafturu – Futurun, yang artinya menjadi lemah dan menjadi lunak, atau diam setelah giat dan lemah setelah semangat. Secara bahasa, arti futur adalah terputus setelah bersambung, terdiam setalah bergerak terus. Makna lainnya futur adalah malas, lamban atau kendur setelah rajin bekerja.

Secara istilah, futur adalah suatu penyakit yang dapat menimpa seseorang yang berjuang di jalan Allah SWT. Orang yang futur mengalami penurunan kuantitas dan kualitas amal dan ibadah. Futur adalah sikap yang juga ditunjukkan dengan seseorang mengalami kemerosotan atau kemalasan pada keimanan atau keislamannya. Futur adalah orang yang mengendur sendi-sendi hatinya sehingga menyebabkan penurunan stamina ruhiyah yang dapat menjadikannya jauh dari kebaikan dan anjlok produktivitas amal shalihnya.

Futur yang paling ringan menyebabkan seseorang terhenti setelah terus-menerus melakukan ibadah. Dalam konteks amal dakwah, Futur adalah satu penyakit yang menimpa aktivis dakwah dalam bentuk rasa malas, menunda-nunda, berlambat-lambatan, dan yang paling buruk ialah berhenti dari melakukan amal dakwah. Sedangkan sebelumnya ia adalah seorang yang aktif dan rajin.

Futur adalah suatu penyakit yang bisa datang dan menyerang para ahli ibadah, para da’i, dan para penuntut ilmu. Seorang penuntut ilmu tidak boleh futur dalam usahanya untuk memperoleh dan mengamalkan ilmu. Ada tiga golongan orang yang mengalami penyakit futur ini, di antaranya yaitu golongan yang berhenti sama sekali dari aktivitasnya dengan sebab futur, dan golongan ini banyak. Kemudian golongan yang terus dalam kemalasan dan patah semangat, namun tidak sampai berhenti sama sekali dari aktivitasnya, dan golongan ini lebih banyak lagi. Terakhir ada golongan yang kembali pada keadaan semula, dan golongan ini sangat sedikit.

Penyebab futur adalah sebagai berikut:

– Berlebihan dalam agama. Amal yang paling disukai Allah SWT adalah yang sedikit dan kontinyu.

– Hilangnya keikhlasan

– Berlebih-lebihan dalam hal yang mubah

– Lemahnya ilmu syar’i

– Memisahkan diri dari jamaah

– Ketergantungan hati kepada dunia dan melupakan akhirat,

– Masuknya barang haram ke dalam perut

– Hidup di tengah masyarakat yang rusak

– Tidak ada perencanaan dalam beramal

– Berteman dengan orang-orang yang mempunyai keinginan lemah dan cita-cita duniawi

– Melakukan maksiat dan dosa

– Tidak memiliki tujuan yang jelas

– Lemahnya iman dan pendidikan

Cara mengatasi futur adalah sebagai berikut:

– Memperbarui keimanan

– Ikhlas dan takwa

– Mensucikan hati

– Menuntut ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat

– Mengatur waktu dan introspeksi diri

– Sabar dan belajar sabar

– Berdoa dan memohon pertolongan Allah SWT

Allah mentakdirkan adanya penyakit futur, tentulah Allah memberikan obatnya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya, “Banyak penuntut ilmu agama yang lemah tekadnya dan futur dalam menuntut ilmu. Sarana apa saja yang dapat membangkitkan tekad dan semangat dalam menuntut ilmu?

Beliau menjawab: “Dha’ful himmah (tekad yang lemah) dalam menuntut ilmu agama (Islam) adalah salah satu musibah yang besar. Untuk mengatasi ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu:

  1. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah ‘Azza Wa Jalla dalam menuntut ilmu

Niat dalam melakukan suatu perbuatan (yang baik) tentunya harus ikhlas untuk Allah semata. Keikhlasan suatu niat sangat berpengaruh pada amalan-amalan yang kita lakukan.

Jika seseorang ikhlas dalam menuntut ilmu, ia akan memahami bahwa amalan menuntut ilmu yang ia lakukan itu akan diganjar pahala. Sebagaimana dalam hadits disampaikan bahwa,

“Sesungguhnya setiap amal itu (tergantung) pada niatnya, dan sesungguhnya sesesorang itu hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.

Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (dinilai) karena Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena harta dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yanga hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian, dengan mengikhlaskan niat tersebut seseorang akan bearada pada tingkatan yang ketiga dari umat ini, lalu dengan itu semangatnya pun akan bangkit.

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS. An Nisa: 69)

  1. Selalu bersama dengan teman-teman yang semangat dalam menuntut ilmu

Teman merupakan orang yang sangat berpengaruh pada diri kita. Teman turut membentuk karakter seseorang. Oleh karena itu dalam berteman hendaknya kita memilih teman-teman yang mampu mengantarkan kepada kebaikan.

Teman-teman yang demikian dapat membantu kita dalam berdiskusi dan meneliti masalah agama. Jangan condong untuk meninggalkan kebersamaan bersama mereka selama mereka senantiasa membantu dalam menuntut ilmu.

  1. Bersabar, yaitu ketika jiwa mengajak untuk berpaling dari ilmu

Kesabaran akan mengantarkan kita kembali kepada ilmu dan kebaikan-kebaikan. Oleh karena itu, hendaknya kita terus berusaha bersabar agar penyakit futur itu segera hilang. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam:

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang beribadah kepada Tuhan mereka di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini” (QS. Al Kahfi: 28).

Seorang penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru dalam meraih ilmu Syar’i. Menuntut ilmu Syar’i tidak bisa didapatkan dengan kilat atau dikursuskan dalam waktu singkat.

Harus diingat, bahwa perjalanan dalam menuntut ilmu adalah panjang dan lama, oleh karena itu wajib sabar dan selalu memohon pertolongan kepada Allah agar tetap istiqamah di atas kebenaran.

Fenomena ‘futur’, sebenarnya masalah yang pasti hadir tanpa ada seorang pun yang dapat mengelak dirinya. Sebagaimana tersirat dalam sinyelemen Rasulullah saw kepada Abdullah bin Amr bin Ash ra:

“Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti fulan, sebelum ini ia rajin bangun pada malam hari (shalat tahajjud), namun kemudian ia tinggalkan sama sekali.” (HR. Bukhori, dalam kitab Fath Al Bari, no: 1152, 3/37).

Rasulullah saw pernah bersabda pada sebuah riwayat dari Abdullah bin Amr ra. Yang berbunyi:

“Setiap amal itu ada masa semangat dan masa lemahnya. Barangsiapa yang pada masa lemahnya ia tetap dalam sunnah (petunjuk) ku, maka dia telah beruntung. Namun barangsiapa yang beralih keadaan selain itu, berarti dia telah celaka.” (Musnad Imam Ahmad, 2/158-188. dan ada pula hadist yang sejalan maknanya dari Abu Hurairah, pada kitab Shahih Al-Jami’ As-Shaghir, no. 2147)

Syaikh Islam Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkat,”saat-saat futur bagi seorang yang beramal adalah hal wajar yang harus terjadi. Seseorang masa fuurnya lebih membawa ke arah muraqabah (pengawasa oleh Allah) dan pembenahan langkah, selama ia tidak keluar dari amal-amal fardhu, dan tidak melaksanakan sesuatu yang diharamka oleh Allah SWT, diharapkan ketika pulih ia akan berada dala kondisi yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sekalipun sebenarnya, aktivitas ibadah yang disukai Allah adalah yang dilakuka secara rutin oleh seorang hamba tanpa terputus.” (Madarij As-Salikin, 3/126).

“Amal agama yang paling disenangi Rasulullah saw. Adalah yang dikerjakan secara terus-menerus oleh pelakunya.” (Al-Bukhori, no. 43. lihat kitab fath al-Bari, 1/101)

 

Daftar Pustaka

  1. https://islam-paripurna.com/2016/03/01/makna-futur/
  2. https://www.liputan6.com/hot/read/5203359/futur-adalah-sifat-yang-harus-dihindari-dalam-islam-kenali-penyebab-dan-cara-mengatasinya
  3. SUMBER: MUSLIMAH.OR.ID
  4. https://www.islampos.com/faktor-penyebab-futur-dan-cara-mengatasinya-231658/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *